Sejarah Kartini - Habis Gelap Terbitlah Terang, Sebagai bangsa yang luhur tentunya kita tidak akan melupakan sejarahnya sendiri. Begitu banyak jasa pahlawan yang kini semakin dilupakan orang. Hari Kartini hanya dianggap sebagai hari libur nasional semata. Marilah kita cermati Sejarah Kartini dan bukunya Habis Gelap Terbitlah Terang.
Sewaktu RA Kartini dilahirkan, ayahnya masih berkedudukan sebagai wedono mayong, sedangkan ibunya adalah seorang wanita berasal dari desa Teuk Awur yaitu Mas Ajeng Ngasirah yang berstatus garwo Ampil. RMAA Sosroningrat dan urutan keempat dari ibi kandung Mas Ajeng Ngasirah, sedangkan eyang RA Kartini dari pihak ibunya adalah seorang Ulama Besar pada jaman itu bernama Kyai Haji Modirono dan Hajjah Siti Aminah.
Istri kedua ayahnya yang berstatus garwo padmi adalah putri bangsawan yang dikawini pada tahun 1875 keturunan langsung bangsawan tinggi madura yaitu raden ajeng Woeryan anak dari RAA Tjitrowikromo yang memegang jabatan Bupati Jepara sebelum RMAA Sosroningrat. Perkawinan dari kedua istrinya itu telah membuahkan putera sebanyak 11 (sebelas) orang.
Mula pertama udara segar yang dihirup RA KArtini adalah udara desa yaitu sebuah desa di Mayong yang terletak 22 km sebelum masuk jantung kota Jepara. Disinilah nia dilahirkan oleh seorang ibu dari kalangan rakyat biasa yang dijadikan garwo ampil oleh wedono Mayong RMAA Sosroningrat. Anak yang lahir itu adalah seorang bocah kecil dengan mata bulat berbinar-binar memancarkan cahaya cemerlang seolah menatap masa depan yang penuh tantangan.
Hari demi hari beliau tumbuh dalam suasana gembira, dia ingin bergerak bebas, berlari kian kemari, hal yang menarik baginya ia lakukan meskipun dilarang. Karena kebebasan dan kegesitannya bergerak ia mendapat julukan TRINIL dari ayahnya. Kemudian setelah kelahiran RA Kartini yaitu pada tahun 1880 lahirlah adiknya RA Roekmini dari garwo padmi. Pada tahun 1881 RMAA Sosroningrat diangkat sebagai Bupati Jepara dan beliau bersama keluarganya pindah ke rumah dinas Kabupaten di Jepara.
Pada tahun yang sama lahir pula adiknya yang diberi nama RA Kardinah sehingga si trinil senang dan genbira dengan kedua adiknya sebagai teman bermain. Lingkungan Pendopo Kabupaten yang luas lagi megah itu semakin memberikan kesempatan bagi kebebasan dan kegesitan setiap langkah RA Kartini.
Sifat serba ingin tahu RA Kartini inilah yang mrnjadikan orang tuanya semakin memperhatikan perkembangan jiwanya. Memang sejak semula RA Kartini paling cerdas dan penuh inisiatif dibandingkan dengan saudara perempuan lainnya. Dengan sifat kepemimpinan RA Kartini yang menyolok, jarang terjadi perselisihan diantara mereka bertiga yang dikenal dengan nama TIGA SERANGKAI meskipun dia agak diistimewakan dari yang lain.
Agar puterinya lebih mengenal daerah dan rakyatnya RMAA Sosroningrat sering mengajak ketiga puterinya tourney dengan menaiki kereta.
Ini semua hanya merupakan pendekatan secara terarah agar puterinya kelak akan mencintai rakyat dan bangsanya, sehingga apa yang dilihatnya dapat tertanam dalam ingatan RA Kartini danadik-adiknya serta dapat mempengaruhi pandangan hidupnya setelah dewasa.
Saat mulai menginjak bangku sekolah EUROPESE LAGERE SCHOOL terasa bagi RA Kartini sesuatu yang menggembirakan. Karena sifat yang ia miliki dan kepandaiannya yang menonjol RA Kartini cepat disenangi teman-temannya.. Kecerdasan otaknya dengan mudah dapat menyaingi anak-anak Belanda baik pria maupun wanitanya, dalam bahasa Belanda pun RA Kartini dapat diandalkan.
Menjelang kenaikan kelas di saat liburan pertama, NY. OVINK SOER dan suaminya mengajak ra Kartini beserta adik-adiknya Roekmini dan Kardinah menikmati keindahan pantai bandengan yang letaknya 7 km ke Utara Kota Jepara, yaitu sebuah pantai yang indah dengan hamparan pasir putih yang memukau sebagaimana yang sering digambarkan lewat surat-suratnya kepada temannya Stella di negeri Belanda. RA Kartini dan kedua adiknya mengikuti Ny. Ovink Soer mencari kerang sambil berkejaran menghindari ombak, kepada RA Kartini ditanyakan apa nama pantai tersebut dan dijawab dengan singkat yaitu pantai Bandengan.
Kemudian Ny. Ovink Soer mengatakan bahwa di Holland pun ada sebuah pantai yang hampir sama dengan bandengan namanya â€Å“Klein Scheveningen†secara spontan mendengar itu RA Kartini menyela kalau begitu kita sebut saja pantai bandengan ini dengan nama Klein Scheveningenâ€.
Selang beberapa tahun kemudian setelah selesai pendidikan di EUROPASE LEGERE SCHOOL, RA Kartini berkehendak ke sekolah yang lebih tinggi, namun timbul keraguan di hati RA Kartini karena terbentur pada aturan adapt apalagi bagi kaum ningrat bahwa wanita seperti dia harus menjalani pingitan.
Memang sudah saatnya RA Kartini memasuki masa pingitan karena usianya telah mencapai 12 tahun lebih, ini semua demi keprihatinan dan kepatuhan kepada tradisi ia harus berpisah pada dunia luar dan terkurung oleh tembok Kabupaten. Dengan semangat dan keinginannya yang tak kenal putus asa RA Kartini berupaya menambah pengetahuannya tanpa sekolah karena menyadari dengan merenung dan menangis tidaklah akan ada hasilnya, maka satu-satunya jalan untuk menghabiskan waktu adalah dengan tekun membaca apa saja yang di dapat dari kakak dan juga dari ayahnya.
Beliau pernah juga mengajukan lamaran untuk sekolah dengan beasiswa ke negeri Belanda dan ternyata dikabulkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, hanya saja dengan berbagai pertimbangan maka besiswa tersebut diserahkan kepada putera lainnya yang namanya kemudian cukup terkenal yaitu H. Agus Salim.
Walaupun RA Kartini tidak berkesempatan melanjutkan sekolahnya, namun himpunan murid-murid pertama Kartini yaitu sekolah pertama gadis-gadis priyayi Bumi Putera telah dibina diserambi Pendopo belakang kabupaten. Hari itu sekolah Kartini memasuki pelajaran apa yang kini dikenal dengan istilah Krida dimana RA Kartini sedang menyelesaikan lukisan dengan cat minyak. Murid-murid sekolahnya mengerjakan pekerjaan tangan masing-masing, ada yang menjahit dan ada yang membuat pola pakaian.
Adapun Bupati RMAA Sosroningrat dan Raden Ayu tengah menerima kedatangan tamu utusan yang membawa surat lamran dari Bupati Rembang Adipati Djojoadiningrat yang sudah dikenal sebagai Bupati yang berpandangan maju dan modern. Tepat tanggal 12 November 1903 RA Kartini melangsungkan pernikannya dengan Bupati Rembang Adipati Djojodiningrat dengan cara sederhana.
Pada saat kandungan RA Kartini berusia 7 bulan, dalam dirinya dirasakan kerinduan yang amat sangat pada ibunya dan Kota Jepara yang sangat berarti dalam kehidupannya. Suaminya telah berusaha menghiburnya dengan musik gamelan dan tembang-tembang yang menjadi kesayangannya, namun semua itu membuat dirinya lesu.
Pada tanggal 13 September 1904 RA Kartini melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Singgih/RM. Soesalit. Tetapi keadaan RA Kartini semakin memburuk meskipun sudah dilakukan perawatan khusus, dan akhirnya pada tanggal 17 September 1904 RA Kartini menghembuskan nafasnya yang terakhir pada usia 25 tahun.
Kini RA Kartini telah tiada, cita-cita dan perjuangannya telah dapat kita nikmati, kemajuan yang telah dicapai kaum wanita Indonesia sekarang ini adalah berkat goresan penanya semasa hidup yang kita kenal dengan buku HABIS GELAP TERBITLAH TERANG.
Keteguhan Iman R.A. Kartini Menghadapi Missionaris
“Menyandarkan diri kepada manusia, samalah halnya dengan mengikatkan diri kepada manusia. Jalan kepada Allah hanyalah satu. Siapa sesungguhnya yang mengabdi kepada Allah, tidak terikat kepada seorang manusia pun ia sebenar-benarnya bebas.”
[Surat Kartini kepada Ny. Ovink, Oktober 1900]
“Supaya Nyonya jangan ragu-ragu, marilah saya katakan ini saja dahulu: Yakinlah Nyonya, KAMI AKAN TETAP MEMELUK AGAMA KAMI yang sekarang ini. Serta dengan Nyonya kami berharap dengan senangnya, moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja MEMBUAT UMAT AGAMA LAIN MEMANDANG AGAMA ISLAM PATUT DISUKAI . . . ALLAHU AKBAR! Kita katakan sebagai orang Islam, dan bersama kita juga semua insan yang percaya kepada Satu Allah, Gusti Allah, Pencipta Alam Semesta" [Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902]
"Bagaimana pendapatmu tentang ZENDING (Diakonia), jika bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta-kasih, bukan dalam KRISTENISASI? Bagi orang Islam, melepaskan keyakinan sendiri memeluk agama lain, merupakan dosa yang sebesar-besarnya . . . Pendek kata, boleh melakukan Zending, tetapi JANGAN MENG-KRISTEN-KAN ORANG! Mungkinkah itu dilakukan?"
[Surat Kartini kepada E.C. Abendanon, 31 Januari 1903]
“Kesusahan kami hanya dapat kami keluhkan kepada Allah, tidak ada yang dapat membantu kami dan hanya Dia-lah yang dapat menyembuhkan…”
“Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu: Hamba Allah (Abdullah).”
[Surat Kartini kepada Ny. E.C. Abendanon, 1 Agustus 1903]
R.A. Kartini dan Pandangannya Terhadap Emansipasi dan Barat
"Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, BUKAN SEKALI-SEKALI KARENA KAMI MENGINGINKAN ANAK-ANAK PEREMPUAN ITU MENJADI SAINGAN LAKI-LAKI DALAM PERJUANGAN HIDUPNYA. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama."
[Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902]
“Kami sekali-kali tidak hendak menjadikan murid-murid kami menjadi orang-orang setengah Eropa atau orang-orang Jawa Kebarat-baratan.”
[Surat Kartini kepada Ny. E.E. Abendanon, 10 Juni 1902]
"Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?" [Surat Kartini kepada Ny. E.C. Abendanon, 27 Oktober 1902]